Dalam Mata Lensa: Tentang Cerita dan Perspektif

bayJoee
Options

image

Suatu sore pada pertengahan Juni 2024, saya kembali lagi ke Yogyakarta. Agaknya, kota ini kembali dekat dengan saya. Sore itu, saya menuju ke sebuah rumah sederhana. Rumah itu diberi nama SR Pool. Di rumah ini, saya bertemu dengan banyak orang melalui tulisan dan tentunya melalui foto-foto. Pun, saya bertemu dengan seorang yang menjadi salah satu sumber inspirasi saya yaitu Mas Desta atau yang dikenal dengan Rukii Naraya. Jika teman-teman Members di aktif di media sosial, Mas Desta dikenal dengan nama akun (at)ditepilangit.

Pameran Cerita, Memahami Perpisahan dalam Satu Tangisan merupakan sebuah pameran yang digagas oleh Mas Desta. Sejak pertama kali melihat unggahan mengenai pameran ini, saya tertarik untuk mengunjunginya. Suasana hangat langsung menyambut saya ketika datang padahal saya baru pertama kali datang ke sini.

Mata saya langsung tertuju pada buku-buku yang ada di sini. Lalu, saya mulai membaca satu persatu buku-buku yang mengusung tema perpisahan. Makin saya membaca buku-buku di sini, saya dibawa pada sebuah pemahaman bahwa perpisahan itu juga patut untuk dirayakan. Pun, perpisahan dapat dirayakan dalam beragam perspektif tak melulu tentang tangisan.

image

Saya terhenti cukup lama pada sebuah buku fotografi karya Rian Afriadi. Buku bertajuk The New Sun tersebut sangat memikat saya. Lembar demi lembar begitu memanjakan mata saya. Buku ini membawa saya pada sebuah perspektif fotografi yang menarik. Kemudian, saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Apakah saya dapat mengikuti jejak Rian Afriadi untuk menerbitkan buku fotografi walau saya hanya berbekal kamera ponsel pintar? Tanya ini belum bisa saya jawab sepenuhnya.

Saat saya sedang menikmat karya-karya pada pameran ini, saya terpikat dengan tingkah dua sejoli yang berada di samping saya. Saya segera meminta izin untuk memotret mereka berdua. Canda tawa langsung menyeruak karena dengan spontan saya berkata, “Apakah akan ada yang marah kalau saya potret?” Hehehe.

Saat melihat cahaya matahari sore menyeruak masuk ke dalam ruangan, tangan saya gatal untuk menekan tombol rana. Dua sejoli tersebut begitu asyik. Saya terbayang mengambil foto mereka berdua dalam tema film-look dengan grain yang agak menonjol.

image

Boleh jadi, teman-teman Members bertanya. Mengapa memotret pakai gawai mahal-mahal seperti Galaxy S22 Ultra malah ingin menambahkan grain? Saya teringat dengan sebuah kalimat dari Pablo Picaso yang begitu populer di kalangan seniman termasuk para fotografer.Learn the rules like a pro, so you can break them like an artist. Kalimat tersebut kiranya menjadi jawaban atas apa yang saya terapkan ketika memotret dua sejoli saat berkunjung ke pameran ini.

Bagi saya, fotografi itu adalah seni yang dipertanggungjawabkan. Perspektif dalam fotografi memang sah dan setiap fotografer memiliki hal tersebut dalam menghasilkan sebuah karya fotografi. Meskipun begitu, tanggung jawab terhadap karya foto yang dihasilkan tidak boleh dilupakan. Pun, yang perlu diingat pula adalah fotografi mempunyai dasar-dasar teori yang sudah seharusnya ikut dipelajari dan dipahami.

Saya mengamini apa yang dikatakan oleh fotografer muda, Putra Dwipayana, bahwa foto yang bagus itu sesuai dengan apa yang divisualisasikan baik secara teknikal maupun fundamental. Tentunya, ini adalah satu perspektif dalam memandang sebuah foto. Jika teman-teman Members senang dengan foto yang dipotret, foto tersebut juga foto bagus.

Perspektif seorang fotografer itu beragam dan tentunya tidak akan pernah sama. Yang paling utama yaitu saling menghargai karya foto orang lain. Tidak sepatutnya seorang yang menyebut dirinya pegiat fotografi pun ia adalah fotografer betulan merendahkan karya foto orang lain hanya karena berbeda dalam memandang sebuah foto!

image

image

image

Saya selalu suka ketika menghadiri pameran. Saya bisa belajar banyak hal dari karya-karya yang disajikan. Saya kembali terhenti. Kali ini, saya terhenti pada sebuah buku karya Arkan Hadna bertajuk Revisit Bandung, Juni 2024. Buku ini tiba-tiba menjadi sangat personal untuk saya. Apa yang dirasakan Arkan Hadna ternyata pernah saya alami juga. Bandung, oh, Bandung!

Waktu selalu berjalan cepat ketika hal-hal menyenangkan terjadi. Sore kini telah menjadi petang dan sebelum pulang, saya menyempatkan diri bertanya kepada Mas Desta. Saya bertanya mengenai ide. Dari satu pertanyaan ini, saya mendapatkan cukup banyak hal. Mas Desta berbagi hal tersebut dan pengalamannya kepada saya. Sungguh sesuatu yang begitu berharga bagi saya.

***

Saya pikir, perpisahan itu juga patut dirayakan. Ia bukan hanya tentang tangisan, melainkan juga tentang merelakan karena perpisahan adalah sebuah keniscayaan. Melalui Pameran Cerita, Memahami Perpisahan dalam Satu Tangisan ini, saya belajar banyak hal antaranya tentang sebuah perspektif dalam memandang suatu hal.

Layaknya perpisahan yang dapat dirayakan dalam beragam perspektif, fotografi pun begitu. Ia sudah seharusnya dirayakan dalam beragam perspektif dan semua sah selama hal itu dapat dipertanggungjawabkan.



Dalam Mata Lensa
Tentang Cerita dan Perspektif

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image



8 Comments