Dalam Mata Lensa: Suatu Malam di Malioboro #withGalaxy A15 5G

bayJoee
Options

image

Hati yang telah berdamai membawa saya kembali ke salah satu kota yang menyimpan banyak kenangan: Yogyakarta. Kata mendiang penyair terkemuka di Indonesia, Joko Pinurbo (Jokpin), Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Saya tidak dapat menampik ungkapan tersebut. Jogja memang seperti itu. Ia memang terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan.

Kereta Rel Listrik (KRL) yang membawa saya kembali ke Jogja tiba di Stasiun Tugu. Malam itu, banyak sekali orang yang berlalu-lalang di stasiun ini. Ada yang menunggu keretanya datang pun ada yang berbondong-bondong menuju pintu keluar stasiun. Saya tidak segera menuju pintu keluar. Saya menunggu hingga pintu keluar stasiun cukup lenggang. Setelah keluar dari stasiun, saya segera menuju ke kawasan Malioboro. Hiruk pikuk Malioboro pada akhir pekan langsung menyambut saya. Orang-orang pun kendaraan-kendaraan bermotor memadati kawasan ini. Kedatangan saya ke sini hanya sekadar untuk melepas rasa rindu akan Jogja.

Malam itu, saya ditemani Galaxy A15 5G sebagai teman perjalanan. Sebagai lini entry level, Galaxy A15 5G memiliki kamera yang menarik. Pun dengan kehadiran Mode Pro pada kelas entry level membuat pengalaman memotret kian menarik serta memuaskan. Memotret dengan kamera gawai kelas entry level merupakan sebuah tantangan tersendiri. Saya selalu ingat dengan kalimat yang sering saya baca di media sosial. Mulai saja dulu. Kalimat tersebut menjadi dasar untuk tetap memotret meskipun tidak menggunakan gawai kelas flagship. Pun, saya mengamini apa kata salah satu fotografer senior Indonesia, Agus Leonardus, bahwa secanggih apa pun kamera, ia tidak dapat mencari objeknya sendiri.

image

image

image

Malam itu, saya mengabadikan Malioboro melalui mata lensa Galaxy A15 5G. Saya kembali memanfaatkan Mode Pro yang ada di gawai kelas entry level ini. Hal ini saya lakukan untuk mendapatkan keleluasaan dalam menghasilkan sebuah foto. Malioboro dengan segala aktivitasnya sangat menarik untuk diabadikan.

Ketika menikmati Malioboro sembari terus melangkahkan kaki, saya tidak melupakan untuk memotret hal-hal yang ada di sekitar. Saya mengamini ucapan dari salah satu fotografer muda yang saya ikuti, Putra Dwipayana, bahwa belajar fotografi itu adalah kepekaan mata kita dalam melihat objek ataupun elemen-elemen visual di sekitar.

image

image

image

Saat memotret dengan kamera Galaxy A15 5G, saya tidak terlalu berekspektasi dengan sistem olah gambarnya mengingat gawai ini masuk pada lini entry level. Meskipun begitu, fotografi tidak semata-mata tentang gambar yang minim noise maupun tajam. Fotografi lebih luas daripada itu. Ia adalah bahasa visual yang bersifat universal. Yang terpenting bagi saya yaitu bertanggung jawab terhadap foto yang diambil.

Tanpa terasa saya sudah separuh jalan menyusuri Malioboro. Malioboro sudah berubah banyak ketimbang terakhir kali saya ke sini. Meskipun begitu, Malioboro tetap Malioboro yang menyimpan banyak memori bagi siapa saja yang datang ke sini pun dengan saya sendiri.

image

Saat melihat banyak orang berlalu-lalang, saya terpikirkan untuk bermain dengan salah satu teknik fotografi yaitu Intentional Camera Movement (ICM). Teknik ini merupakan teknik yang “melewati” batas-batas foto pada umumnya. Jika pada umumnya foto itu tajam serta fokus, ICM kebalikan dari itu. ICM dilakukan dengan melambatkan kecepatan rana serta dengan sengaja mengguncangkan kamera.

Saya sedang berdiri di tengah-tengah trotoar. Orang-orang berlalu-lalang dan di samping trotoar tersebut terdapat barisan becak. Melihat situasi ini, saya terpikirkan untuk “menggabungkan” kedua hal tersebut. Saya memilih menggunakan teknik ICM. Saya mengatur nilai kecepatan rana sebesar 1 detik dan ISO sebesar 50. Untuk pengaturan lainnya, saya serahkan kepada sistem.

image

image

Teknik ICM sering kali menghasilkan foto yang bernuansa abstrak. Meskipun begitu, abstrak tidak sedakar mengguncangkan kamera sehingga blur atau sejenisnya. Abstrak yang dihasilkan dengan teknik ini tetap harus bertanggung jawab. Kata salah satu pelukis senior Indonesia, Sutjipto Adi, abstrak jika tidak bertaksu, bukan abstrak.

Saya begitu menikmati ketika kembali lagi di sini. Tanpa terasa saya sudah berada di kawasan titik nol Yogyakarta. Rindu obatnya temu. Malam itu saya menuntaskan rindu akan Malioboro. Dan melalui mata lensa Galaxy A15 5G, rindu itu tidak hanya tuntas, tetapi juga terabadikan.



Dalam Mata Lensa
Suatu Malam di Malioboro
#withGalaxy A15 5G

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image


9 Comments