Dalam Mata Lensa: Kembali ke Bandung

bayJoee
Options

image

Mengapa Bandung?
Satu pertanyaan dari Mas Uqi (Uqiuqian) yang sulit untuk saya jawab. Saya cukup terkejut ketika Mas Uqi tiba-tiba bertanya seperti itu ketika kami sedang menikmati Kota Bandung.

Bandung, kota yang pada suatu fase enggan saya kunjungi lagi, tetapi semuanya berubah ketika saya memberanikan diri lagi ke sini pada awal Mei 2024 lalu. Pun, saya tidak mengira akan secepat ini kembali lagi ke sini: Bandung.

Suatu pagi pada awal Juli 2024, ular besi yang membawa saya kembali ke Bandung sampai di Stasiun Hall. Bagi orang-orang lama, boleh jadi nama Stasiun Hall yang lekat di telinga ketimbang Stasiun Bandung. Dari stasiun Hall, saya melanjutkan perjalanan menuju kawasan Braga.

Beberapa waktu lalu, saya membaca sekaligus menikmati karya-karya foto dari Arkan Hadna tentang perjalanannya kembali ke Bandung. Dalam buku foto yang terangkum dalam sebuah Zine tersebut, Arkan Hadna bercerita tentang kenangan yang pernah ia alami di Bandung melalui tulisan dan mata lensa kamera. Rupanya, Zine yang saya baca itu secara tidak langsung menuntun saya kembali ke Bandung.

image

Braga tetap Braga meskipun pagi baru saja tiba. Lalu lalang di kawasan ini sudah mulai padat. Selain kendaraan bermotor yang berlalu lalang, ada orang-orang sedang olahraga pagi, pun ada juga orang-orang yang melakukan foto pranikah. Braga dan Bandung memang mempunyai romantisisme tersendiri.

Saya mulai melangkahkan kaki untuk memutar kembali ingatan yang pernah terpahat di sini. Pagi di Bandung memang mempunyai magisnya tersendiri. Saya jatuh hati dengan suasana pagi di Bandung! Hal ini tidak pernah berubah sejak saya pertama kali datang ke sini. Tidak jauh dari tempat saya berdiri, terdapat sebuah hotel yang menjadi saksi perkembangan Bandung dari masa ke masa. Savoy Homann. Sebagai penyuka bangunan-bangunan lawas, hotel ini tidak boleh luput dari mata lensa kamera.

image

image

Saya berputar balik lalu menyusuri Jalan Braga. Saya kira luka yang pernah menggores dalam itu sudah sembuh benar. Akan tetapi, saya salah. Luka itu belum sembuh benar meskipun saya sudah mulai berdamai dengannya. Saya sering mendengar jika seorang seniman itu membuat karya melalui pengalaman pribadi termasuk ketika sedang terluka hatinya.

Apakah saya juga demikian? Saya kira juga begitu karena saya mengamini apa yang pernah dikatakan oleh seorang pelukis senior Indonesia, Sutjipto Adi, bahwa proses seniman menciptakan karya seni itu esensi pengalaman hidupnya yang mengkristal dicairkan di atas kanvas. Jika Bapak Sutjipto Adi menuangkannya di atas kanvas, maka saya menuangkannya melalui mata lensa kamera.

Fotografi adalah hal yang luar biasa bagi saya. Ia adalah penyelamat hidup saya. Pun ia adalah tempat saya bercerita menuangkan segala keluh kesah yang berputar di kepala.

image

image

image

Usai di ujung Jalan Braga, saya kembali berputar. Tanpa terasa saya sudah sampai di sebuah viaduk yang berada tidak jauh dari stasiun. Sampai di sini, saya melanjutkan perjalanan dan menyusuri Jalan Banceuy. Awalnya, saya ingin melanjutkan menuju kawasan Pasar Baru. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu, saya memangkas perjalanan kembali ke Bandung ini.

Sepanjang menyusuri jalanan di Bandung, mata lensa Galaxy S22 Ultra tidak pernah tidur. Ia selalu terjaga untuk menangkap momen-momen yang melintas di depannya. Menyusuri jalanan di Bandung memang sangat cocok untuk mengabadikan foto dalam tema Fotografi Jalanan. Fotografi Jalanan merupakan salah satu tema foto yang saya suka. Bagi saya, Fotografi Jalanan itu merekam zaman. Kata salah satu fotografer muda yang saya ikuti, Putra Dwipayana, Street Photography bukan sekadar bagaimana bermain visual, tapi merekam aktivitas masyarakat lokal di ruang publik.

image

image

image

Saya sudah sampai di kawasan Alun-Alun Bandung. Ketika sampai di sini, jalanan Bandung menjadi kian padat. Saya beristirahat sebentar di kawasan ini untuk sedikit melegakan kaki. Ketika duduk, tiba-tiba sebuah tanya kembali melintas. Apakah luka ini benar-benar sudah sembuh benar? Apa pun itu, pun jika belum sembuh benar, saya sudah jauh lebih siap ketika harus ke Bandung. Kota ini mempunyai dua sisi kenangan untuk saya. Bandung yang membuat rindu, Bandung juga yang menyimpan pilu. Bandung, oh, Bandung!

Saya cukup lama duduk di depan Alun-Alun Bandung. Lalu, saya melanjutkan perjalanan menuju kawasan Museum Asia Afrika. Saya cukup banyak merekam Bandung melalui mata lensa Galaxy S22 Ultra. Meskipun saya sudah pernah ke Braga dan sekitarnya, saya tidak pernah merasa bosan jika hal itu berhubungan dengan fotografi karena saya dapat memacu kreativitas. Senada dengan fotografer yang menjadi panutan saya, Govinda Rumi, bahwa pada akhirnya sebuah foto tidak melulu harus tempat yang indah, yang penting adalah menyimpan memori.

image

image

image

***

Saya tidak mengira jika akan secepat ini kembali ke Bandung. Apakah ini juga ulah semesta yang kembali “berkhianat” seperti kata Mbah Nem? Entah. Yang pasti, Bandung adalah kota yang menyimpan begitu banyak kenangan untuk saya. Dan apa pun yang terjadi di Bandung, saya akan tetap kembali lagi ke kota ini seperti kata Bung Karno,“Hanya ke Bandunglah aku kembali kepada cintaku yang sesungguhnya.”




Dalam Mata Lensa
Kembali ke Bandung

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

image

16 Comments